Inovasi teknologi melawan status quo.
Pada tanggal 27 Januari lalu, Telkom Indonesia mengumumkan bahwa layanan Netflix diblokir melalui jaringan Telkom. Telkom beralasan bahwa Netflix belum comply dengan regulasi di Indonesia. Selain itu Telkom juga mengatakan bahwa Netflix bisa diakses asalkan mau bekerjasama dengan Telkom.
Pada tanggal 22 Maret lalu juga terjadi demo anarkis oleh para driver taksi konvensional menuntut agar layanan taksi online dibubarkan.
Dua kejadian berbeda, industri yang berbeda tapi mempunyai pola yang sama. Pertanyaanya, apa yang sebenarnya terjadi? Mungkin saja, untuk menjawab pertanyaan tersebut tidak semudah kelihatannya, mungkin juga diperlukan para ahli dibidangnya, dan saya bukan salah satu dari para ahli tersebut. Dibawah Saya coba menuliskan pendapat subjektif Saya mengenai masalah ini.
Saya jadi teringat nama Alvin Toffler dan idenya tentang “The Third Wave”, saya belum pernah membaca buku tersebut dan hanya mengetahuinya dari random blog yang Saya baca [1]. Alvin Toffler berpendapat bahwa peradaban manusia seperti gelombang, dan pada saat ini peradaban manusia memasuki yang disebut gelombang ketiga (The Third Wave). First wave, atau gelombang peradaban yang pertama adalah Agrikultur. Gelombang kedua adalah revolusi industri, ditandai dengan munculnya banyak industri dan korporasi. Third wave, gelombang ketiga adalah post industrial age, atau era informasi yang saat ini kita ada di dalamnya.
Awal tahun 2000-an, muncul fenomena yang disebut dot-com bubble. Banyak industri berbasis tekonologi IT lahir pada era ini, sebagian dari industri ini bahkan lahir dari garasi. Kemudian sekarang ini juga muncul istilah-istilah yang asing di dunia teknologi informasi seperti Big Data, Internet of Thing, Cloud Computing, dsb.
Dalam dunia teknologi informasi, ada sebuah hukum yang disebut Moore’s Law atau Hukum Moore [2]. Ide ini berasal dari Gordon Moore, mengatakan bahwa komponen semikonduktor seperti kapasitor, transistor, resistor, dan dioda dalam sebuah Integrated Circuit jumlahnya meningkat dua kali lipat dalam dua tahun. Bisa kita bayangkan, satuan terkecil dalam komputasi adalah bit dan dalam sebuah memory, 8 bit membentuk 1 byte. Jumlah transistor per bit berbeda atara teknologi yang satu dengan lainnya, ada yang memerlukan 4 buah transistor per bit nya, ada pula yang satu transistor untuk 2 bit tapi kalau kita anggap satu bit diwakili oleh satu transistor, maka delapan buah transistor untuk 1 byte. Untuk satu buah memory yang kapasitasnya 1 GB, berarti ada 8 milyar transistor, 8 milyar transistor dalam sebuah chip yang ukurannya begitu kecil.
Pada saat ini, memory 1 GB tentunya tergolong kecil. Tapi beberapa tahun lalu, saya ingat sekitar tahun 2007 waktu itu Saya punya flash drive yang kapasitasnya hanya 256 MB, pada saat itu kapasitas 1 GB terasa mewah sekali, ini membuktikan Hukum Moore diatas.
Apa yang coba saya sampaikan adalah, bahwa evolusi teknologi ini berjalan begitu cepat, dan karena saking cepatnya sehingga banyak yang kewalahan mengejarnya dan akhirnya tertinggal. Kita paham bahwa dalam proses evolusi, evolusi apa saja pasti memakan korban, yaitu siapa yang gagal beradaptasi akan tereliminasi dengan sendirinya. Kita lihat sendiri bagaimana Yahoo atau sosial media jadul seperti Friendster yang begitu populer di awal 2000-an sekarang hampir tidak terdengar namanya. Atau seperti smartphone Blackberry yang seakan-akan kemarin semua orang membicarakannya, tapi sekarang sudah tergantikan smartphone berbasis Android. Saya sendiri, tahun 2013 lalu pernah beli smartphone Android yang Saya anggap wah sekali pada waktu itu, tapi sekarang sudah obsolete dan harus pakai yang lebih baru lagi kalau tidak mau dianggap manusia zaman batu. Tapi meskipun begitu, paling tidak Saya tidak demo turun ke jalan menuntut produksi smartphone dihentikan.
Mari kita lihat masalah ini dari kacamata engineering. Proses engineering itu, engineering dalam disiplin ilmu apapun, sebagian besar polanya sama. Proses engineering berawal dari adanya masalah, kemudian dengan cara-cara yang kreatif dan inovatif mencoba menyelesaikan masalah tersebut, dan kemudian seperti sulap jadilah produk yang belum pernah ada sebelumnya.
Ambil contoh kendaraan, mobil atau sepeda motor. Mobil dan sepeda motor merupakan produk engineering, yang lahir sebagai solusi dari beberapa masalah, salah satunya saja misalnya untuk perjalanan jarak jauh dengan waktu yang cepat. Sebelum ada kendaraan dengan mesin, perjalanan jauh mungkin saja dengan berjalan kaki atau kereta kuda misalnya, mobil dan motor jadi solusi masalah tersebut.
Karena itu, hasil dari proses engineering untuk bisa diterima sebagai solusi paling tidak harus memenuhi beberapa hal yaitu desirability, feasibility, dan viability. Desirability artinya solusi itu benar-benar dibutuhkan dan diinginkan. Untuk orang-orang yang lebih suka naik sepeda misalnya, sepeda motor tentu bukan solusi. Viability, artinya dapat dijangkau, mobil tentu saja desirable atau lebih diminati tapi ternyata tidak semua orang mampu beli mobil. Feasibility, artinya solusi engineering itu bisa diwujudkan. Kalau saja manusia bisa melakukan teleportasi dari satu tempat ke tempat lain, tentu itu lebih desirable daripada menggunakan kendaraan, tapi sampai saat ini teleportasi belum bisa diwujudkan, mungkin nanti.
Kembali ke masalah taksi konvensional versus taksi online atau Telkom versus Netflix. Dua-duanya merupakan hasil dari proses engineering, tapi ternyata yang satu lebih diminati daripada yang lain, desirability. Gojek misalnya, kita kesampingkan dulu masalah legalitasnya, adalah solusi yang lahir dari proses engineering, begitu juga Netflix. Faktor kemudahan dan kenyamanan adalah problemnya, dan baik Gojek maupun Netflix mampu melihat itu dan mampu memberikan solusi yang lebih diminati masyarakat. Jadi, menuntut Grab, Uber, atau Gojek ditutup atau Telkom yang memblokir Netflix adalah cara yang menurut Saya, sekali lagi menurut saya tidak logis.
Kesimpulannya, kemajuan teknologi tidak dapat dihentikan karena akan terus berevolusi. Karena itu, akan muncul masalah-masalah baru dan akan muncul solusi-solusi engineering yang baru dan inovasi mutlak diperlukan kalau tidak ingin tertinggal dibelakang. Pada akhirnya, masyarakat lah yang memilih mana yang lebih baik, bukan tangan besi atau monopoli.